Life of Happy Mom - Indonesian blog about parenting, health, & up and down of life.

Stop Stigma Maupun Diskriminasi Penyakit Kusta dan Anak Down Syndrome

Wednesday, April 6, 2022
Anggapan bahwa penyakit kusta mudah menular dan tidak bisa sembuh membuat orang dengan penyakit kusta dijauhi bahkan dikucilkan dari masyarakat. Pun dengan anak down syndrome yang dibilang itu karena kutukan, dosa orang tua, hingga si anak dipasung. Stigma dan diskriminasi penyakit kusta juga down syndrome perlu diluruskan supaya kita lebih cerdas menyikapi kabar miring yang beredar.



Hati siapa yang tidak sakit ketika dijauhi dan dituduh hal negatif padahal diri sedang butuh perhatian. Begitulah yang terjadi pada penyandang disabilitas, baik yang disebabkan oleh kusta atau ragam disabilitas lain. Salah satunya karena stigma dan pemahaman yang keliru di masyarakat. Penyandang disabilitas tidak mendapat kesempatan seperti non-disabilitas lainnya.

Apa yang dapat kita lakukan untuk melawan stigma dan diskriminasi tersebut?

Rabu, 30 Maret 2022 lalu, saya menyimak Ruang Publik KBR dipersembahkan oleh NLR Indonesia dengan judul “Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara” melalui YouTube Channel Berita KBR. Di sini, saya yang awam dengan kusta maupun down syndrome belajar banyak mengenai fakta kedua kondisi tersebut dipandu penyiar Ines Nirmala.

Mengenal Penyakit Kusta


Ruang Publik KBR kali ini menghadirkan narasumber Uswatun Khasanah, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Ia terkena kusta ketika usia 14 tahun, kelas 2 SMP.

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae ini memiliki gejala bercak-bercak berwarna terang atau kemerahan di kulit disertai dengan berkurangnya kemampuan merasa, mati rasa, dan lemas pada tangan dan kaki.

Kusta sendiri ada dua macam, kusta kering dan kusta basah. Kusta kering bila bercak kurang dari 5 dan disertai mati rasa. Kusta basah memiliki bercak lebih banyak (>5) dengan warna putih kemerahan dan terdapat penebalan.

Penyakit Kusta Dapat Disembuhkan


Kusta dapat disembuhkan dengan terapi sejumlah obat selama 6-12 bulan. Umumnya pengobatan kusta kering selama 6 bulan sedangkan kusta basah 12 bulan. Penanganan dini akan menghindarkan dari kecacatan.

Uswa kala itu mengalami kusta basah sehingga selama setahun ia rutin minum obat, mengikuti saran dokter, menjaga pola makan, dan tak kalah penting menjaga pola pikiran yang sehat. Wew, satu tahun bukanlah waktu yang sebentar. Perlu kesabaran dan ketelatenan untuk ikhtiar berobat. Syukurlah pengobatan kusta gratis di puskesmas.
Stop Stigma Penyakit Kusta

Di usianya yang remaja, Uswa sempat tidak percaya diri, sedih, dan kecewa ketika divonis kusta. Masa yang seharusnya asyik bergaul dengan teman-temannya di sekolah berbalik membuatnya lebih banyak mengurung diri di rumah.

Anggapan kusta mudah menular kerap membuat pasien kusta dikucilkan. Menurut aktivis NLR Indonesia ini kusta dapat menular melalui kontak erat dalam jangka waktu lama. Bila pasien sudah menjalani terapi obat, penularannya akan menurun.

Dikutip dari Halodoc, penularan kusta dengan cara seperti berikut:

Ada dua cara yang paling mendekati, yaitu melalui lendir dari hidung atau melalui kulit. Sederhananya, penularan terjadi jika bakteri yang utuh keluar dari tubuh pengidap melalui batuk atau bersin atau saat bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh orang yang sehat.

Bukan berarti sekali berjabat tangan atau menduduki tempat yang telah diduduki pasien kusta akan langsung menular.

Inilah perlunya edukasi yang benar pada masyarakat supaya tidak terjebak pada pandangan yang sempit. Perlu penguatan untuk membangun percaya diri dan penguatan kapasitas bagi penyandang.

sumber instagram @nlrindonesia

NLR Indonesia sebagai LSM yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta memiliki Triple Zero Strategy. Uswatun Khasanah menjelaskan strategi tersebut yaitu:

  1. Zero transmisi untuk memutus rantai kusta,
  2. Zero disabilitas untuk mencegah orang dengan kusta mengalami disabilitas selama atau setelah pengobatan, dan
  3. Zero exclusion untuk menurunkan stigma dan diskriminasi disabilitas di masyarakat.

Down Syndrome Bukan Kutukan


Sama dengan kusta, anak down syndrome pun mendapat stigma di masyarakat. Ada yang anaknya mengalami down syndrome dikaitkan karena kutukan atau kesalahan orang tua. Bahkan pernah dijumpai anak down syndrome dipasung karena orang tuanya malu atau khawatir anak dicemooh di masyarakat. Astaghfirullah.

Down syndrome bukan penyakit kejiwaan. Down syndrome merupakan kelainan genetik yang disebabkan ketika pembelahan sel menghasilkan bahan genetik tambahan dari kromosom 21.

Ciri-ciri anak down syndrome secara fisik jari-jari tangan lebih pendek, garis melintang ditelapak tangan hanya satu, lidah lebar, wajah tampak bulat menyondong ke depan, kulit putih, dan hidung agak pesek. Anak down syndrome akan mengalami keterlambatan perkembangan dan biasanya punya penyakit penyerta seperti jantung, penglihatan, telat bicara, dsb.

Ketua Pelaksana Hari Down Syndrome Dunia (HDSD) dr. Oom Komariah, M.Kes, menjelaskan bahwa kelainan pada bayi dalam kandungan dapat dideteksi melalui USG sejak usia kandungan empat bulan.

“Dari USG itu dokter harusnya memperhatikan ketebalan pundak bayi, lalu dari jari-jarinya. Atau bisa juga dengan mengambil air ketuban si ibu untuk dites atau istilahnya amnosynthesis,” jelasnya dikutip dari situs KBR.

Orang Tua dengan Anak Down Syndrome Perlu Berdamai dengan Diri


Belum tentu kelainan bayi terdeteksi sejak dalam kandungan apalagi ketika orang tua tidak memiliki keturunan down syndrome seperti kasus teman saya, Lina. Ia beberapa kali USG 4D dengan hasil baik, tidak ada kecenderungan down syndrome. Justru ia dan suami curiga karena setelah lahir anak keduanya ini memiliki ciri down syndrome, jarang menangis, serta belum mampu minum ASI sampai usia 1 bulan.

Kecurigaannya terbukti saat bayinya harus opname karena pneumonia. Dokter anak yang merawat menyatakan bayinya mengalami down syndrome.

Patah hati, iya. Sedih, iya. Syukurlah Lina dan suami termasuk orang tua yang gercep (gerak cepat) untuk mencari informasi seputar down syndrome sejak bayinya berusia sebulan. Maka, ketika dokter mengabarkan fakta kondisi anaknya tersebut, pasangan ini lebih legowo menerima.

“Tuntaskan dukanya sekarang, silakan nangis, silakan luapkan semua, setelah itu kita harus bangkit karena anak kita membutuhkan kita. Semua yang Allah kasih itu yang terbaik.” ujar sang suami menguatkan Lina. *mewek deh dengar ceritanya

dr. Oom sendiri memiliki anak penyandang down syndrome. Ia butuh proses untuk menerima kondisi ini apalagi omongan dari luar melihatnya sebagai seorang tenaga medis. Beliau berbagi kiat untuk orang tua dengan anak down syndrome agar berdamai dengan diri sendiri dan cepat bergerak. Nangis itu wajar tetapi jangan lama-lama. Bawalah anak ke klinik tumbuh kembang karena biasanya perkembangannya ada yang terlambat. Dengan stimulasi, ketertinggalan tidak terlalu jauh.

Anak Down Syndrome Bisa Berprestasi


Anak down syndrome memiliki otot sendi lemah sehingga terlihat malas. Oleh karena itu penting untuk distimulasi. Terapi ke klinik mungkin hanya sekali seminggu. Penting untuk merutinkan terapi di rumah supaya meningkatkan motorik anak.

Kabar baiknya, orang tua dapat bergabung ke komunitas seperti POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) untuk saling berbagi pengalaman, informasi tempat terapi, sekolah yang sesuai, menyikapi omongan negatif sekitar supaya tidak merasa sendiri. Melalui komunitas ini anak juga bisa mengikuti kegiatan seperti menari, olahraga, bermain musik, dan sebagainya. 

Lina telah bergabung di POTADS Jawa Tengah. Ia menjadi lebih bersyukur karena di sana ia mengenal banyak orang tua yang hebat dan mendapat informasi seperti tempat terapi yang penting untuk perkembangan anaknya.

Anak down syndrome dapat berprestasi dan melakukan apa yang orang lain lakukan. Orang tua perlu ekstra mengarahkan anak agar mengetahui minat dan bakatnya.Contohnya seperti peringatan Hari Down Syndrome Sedunia, pada 27 Maret lalu di Mall Neo Soho, Jakarta Barat, diadakan pentas anak down syndrome menunjukkan talentanya. Bahkan ada kompetisi Down Syndrome’s Got Talent!

Sebagai penutup, dr. Oom berpesan untuk penyandang disabilitas, “Tunjukkan pada dunia bahwa kita bisa bersama-sama melawan diskriminasi tetapi dimulai dari diri sendiri. Mulai dari diri sendiri harus sembuh dulu, tetap semangat, dan tidak mudah putus asa. Bergabung dengan komunitas dan belajar dari orang lain.”

sumber instagram @potads

Ah keren banget ya. Menyimak obrolan di Ruang Publik KBR membuka wawasan bahwa stigma dan diskriminasi perlu dihentikan. Kusta bisa disembuhkan dan anak down syndrome dapat berprestasi. Penyandang disabilitas perlu mendapat dukungan secara optimal.

Mau menyimak pemaparan narasumber lebih lengkap? Ruang Publik KBR dapat disimak di 100 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua, dan 104.2 MSTri FM Jakarta, atau live streaming via website kbr.id dan youtube Berita KBR, Instagram @kbr.id #RuangPublikKBR serta siaran ini bisa didengarkan secara utuh melalui podcast kbrprime.id pilih Ruang Publik.



Referensi:

https://www.halodoc.com/artikel/cara-penularan-kusta-yang-harus-dipahami
https://kbr.id/03-2013/tidak_perlu_malu_punya_anak_down_syndrome/33689.html


11 comments on "Stop Stigma Maupun Diskriminasi Penyakit Kusta dan Anak Down Syndrome"
  1. Edukasi mengenaikusta yang bisa sembuh dan edukasi tepat mengenai down syndrome memang perlu terus digalakkan ya biar makin banyak yang paham. Keren sekali KBR mengakomodir hal ini.

    ReplyDelete
  2. Kita akan selalu mulai dari diri sendiri dulu. Termasuk menghilangkan stigma buruk terhadap penderita kusta atau down syndrome ini. Semoga setelah saya, Keluarga saya, lalu lingkungan saya maka akan diikuti oleh yang lainnya. Bayangkan jika kita, atau saudara kita yang mengalami kusta atau syndrome itu. Pastinya kita juga tidak mau dibuly, kan?

    ReplyDelete
  3. penting sekali untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dua penyakit ini, supaya lebih tahu bagaimana penanganannya

    ReplyDelete
  4. tiap anak istimewa, orang tua yang diberi anak dengan diagnosa down syndrome dan terkena kusta pun juga pilihan ya, keduanya harus dapat support, karena anak-anak ini tetap punya kesempatan yang sama di depan umum, anak yang menderita kusta bisa sembuh dengan penanganan yang tepat, dan anak down syndrome pun juga bisa berprestasi sesuai dengan minat bakat mereka ya :)

    ReplyDelete
  5. Acaranya bagus ya, Mbak. Bisa membuka wawasan bahwa stigma dan diskriminasi perlu dihentikan. Kusta bisa disembuhkan dan anak down syndrome dapat berprestasi. Penyandang disabilitas perlu mendapat dukungan secara optimal.

    ReplyDelete
  6. Edukasi yang baik dan benar harus selalu dilakukan agar semakin paham mengenai penyakit kusta dan penularannya. Penyakit kusta yang bisa disembuhkan dengan pengobatan intensif, sehingga bisa menurunkan angka orang yang lumpuh (disabilitas) karena kusta.

    ReplyDelete
  7. Edukasi seperti ini memang harus semakin digalakkan ya, masyarakat kita yang masih awam pengetahuan terkait kusta dan down syndrome masih amat rendah, tapi dari kita minimal yang sudah paham bisa mulai untuk memandang mereka dengan baik dan tidak diskriminasi

    ReplyDelete
  8. Nah banyak yang mengira penderita kusta nggak bakasln sembuh. Tapi dengan perawatan yang tepat, bisa sembuh dalam 12 bulan buat luka basahh ya mba

    ReplyDelete
  9. Enggak bisa dipungkiri untuk keduanya baik kusta maupun down syndrom banyak menerima diskriminasi. Semoga dengan kampanye seperti ini semakin banyak orang yang sadar...

    ReplyDelete
  10. stigmatisasi yang banyak terjadi untuk penyakit atau kondisi kesehatan tertentu seringkali menjadi masalah yang kerap lebih besar dampak negatifnya dibandingkan penyakitnya itu sendiri ya mba

    ReplyDelete
  11. Artikel yang bikin adem, kondisi apapun stigma tidak boleh diberikan pada anak-anak karena dalam kekurangan sebenarnya adalah kelebihan mereka. Apalagi karena penyakit dan gangguan kesehatan, yang mereka butuhkan adalah dukungan dan semangat dari orang terdekat dan lingkungan masyarakat

    ReplyDelete

Hai!
Terima kasih banyak ya sudah berkunjung. Semoga artikel tersebut bermanfaat.

Bagaimana komentarmu? Silakan tulis di kolom komentar, bisa pakai Name/URL. Kalau tidak punya blog, cukup tulis nama.

Ku tunggu kedatanganmu kembali.

Jika ada yang kurang jelas atau mau bekerja sama, silakan kirim e-mail ke helenamantra@live.com

Salam,
Helena

Auto Post Signature

Auto Post  Signature
Stay happy and healthy,