Life of Happy Mom - Indonesian blog about parenting, health, & up and down of life.

Image Slider

Alat Transportasi, Dulu Kini dan Nanti

Wednesday, June 26, 2013
Jaman SD bolak balik naik mobil jemput antar bersama kawan-kawan dg suka duka, yah bayangin aja belasan bocah memenuhi L300 dari pagi dg baju rapi trus baliknya udah kusut kemana-mana pake acara mampir panjat pohon yang disponsori oleh sopir mobil jemput antar bernama Mas Mamik.

Saat SMP kadang diantar naik motor, kadang angkot (hari pertama salah jurusan diiringi pandangan seisi angkot, terpaksa jalan kaki lewat gang tembusan ke sekolah), dan pulang dengan rekan-rekan sesama pencari angkot atau jadi nebenger sama gebetan (uhuk..)

SMA naik pangkat, pake bis kantor berhubung sekolahnya jauh. Rajin bangun pagi supaya ga ketinggalan bis. Track record tiga tahun bersih, lancar jaya ga pernah terpaksa naik angkot. Palingan satu kali naik ambulan karena bisnya mogok, jadi tau deh isi ambulan seremnya kayak gimana. Cukup! Pulangnya campur-campur, dari nebeng, ngebis, motor, sampai naik angkot dg posisi favorit di pojokan supaya bisa tidur dg tenang.

Kuliah udah beda propinsi, jadi sering naik kereta api buat mudik. Efeknya bangku kereta bagaikan kasur. Berangkat abis maghrib, makan di kereta, solat isya, terus tidur sampai subuh saat hampir sampai tujuan. Ga perlu obat tidur dah. Syukurlah tiap menuju lebaran selalu dapat tiket buat mudik. Nah kalo mudik begini kereta ramenya ga ketulungan. Lorong sampe toilet pun penuh sesak. Saya belajar satu hal: tahan pipis selama perjalanan!

Nah sekarang ini frekuensi naik pesawat meningkat tajam. Bukan mentang-mentang sudah kerja, tapi karena tempat kerja dan rumah sudah beda pulau, jauh boi! meski masih sesama Indonesia. Kalau naik bis, tenggelam dah itu bis di Laut Jawa. Naik kapal, keburu abis jatah cuti. Yah terpaksa ini sering naik pesawat, minimal 2x sebulan. Mau beli pesawat pribadi tapi kok ya belum ketemu harga yang cocok (yakali macem beli kerupuk). Buat mengurangi kebosanan selama di pesawat kan ada majalah tuh, sampe udah khatam itu majalah dan berasa langganan tiap bulan aja, ga sabar nunggu edisi berikutnya. Berbagai peristiwa tentang pesawat pernah dialami... (terbayang kembali segala rupa) tapi daripada kepanjangan cerita di sini, mending nanti di thread berikutnya (aslinya lagi males nulis).

Dari sini berandai-andai next transportation apa ya? Hope it will be like pintu kemana saja-nya Doraemon.

@helenamantra







Pedihnya Diusir

Monday, May 6, 2013


Gue ngerti rasanya diusir seperti yang terjadi di sinetron stripping tiap hari tanpa perlu menjadi bawang putih atau putri salju (ini nama orang, bukan bumbu dapur atau kue kering). Gara-gara ngobrol sama mantan teman kosan via social media-nya Big Bang gue jadi teringat masa-masa pengusiran itu. Sakit hati gue kambuh, men!

Selama kuliah, gue pindah kosan sampe 3 macem. Kosan pertama gue demen banget meski kamarnya kecil. Ibu kost baik, bantuin gue bikin kembang goyang buat ospek dan masakin nasi goreng buat teman gue yang ke kosan, setelah itu bayar sih. Jadi kosan ini memang rada jauh dari kampus, harus jalan kaki keluar komplek terus naik bikun alias bis kuning buat sampe ke fakultas. Tapi daerahnya rame, gampang cari makan. Kosan ini ada dua bagian, bangunan biru buat kamar cowok, sebelahnya warna pink buat cewek. Ada kantin, dapur, juga hall buat solat jama’ah atau main pingpong. Okesiplah jaman itu.
 
Kemudian segalanya berubah semenjak ibu kost pindah ke rumah anaknya. Ganti ibu kost baru yang bikin kurang nyaman. Kantin tutup. Ga ada yang jahitin emblem di jas almamater gue lagi. Tidak lama kemudian, gue dan satu orang teman kosan memutuskan pindah aja. Sekitar 1 tahun semenjak gue pindah, penghuni cewek di kosan dipersilahkan cari kosan lain. Seluruh bangunan bakal buat kosan cowok. Jadilah teman gue ada yang kelimpungan cari kosan baru. Gue sendiri bersyukur udah pindah sebelum diusir meski ikut pedih mengenang kosan pertama, termasuk kamar pribadi pertama gue selama hidup yang dijuluki The Songo.

Gue udah nyaman dengan kosan kedua. Sekamar berdua, murah, kamar mandi dalam ada 2, kasur ada 3. Kamarnya gede banget, gue sering bayangin kalau kamar ini muat buat main badminton. Jadi, kamar ini unik. Bangunannya terpisah dari kamar-kamar lain. Lantai 1 ruang tv tapi jarang ada yang nonton di situ. Lantai 2 kamar kami yang bisa buat salto. Memang sih letaknya agak tersembunyi dan jalannya belum diaspal. Tapi ga masalah karena gue udah ada motor jadi lebih cepat kemana-mana.

Eh belum setahun gue di istana kerajaan ini, dapat kabar burung kalau kamar gue ga bisa diperpanjang kosannya. Alasannya mau dipake keluarga yang punya kost. Sedihlah kami yang belum sempat main badminton di dalam kamar ini. Kami berusaha tegar dan menunggu sampai ada pemberitahuan lebih jelas kapan kamar ini bakal dipake. Ibu kost udah ngusir secara halus tapi kami cuek aja. Sampai pada akhirnya gue pindah kosan lain dan teman gue pindah ke kamar di bawah.

Meski gue udah keluar dari komplek itu tapi masih beberapa kali main ke mantan istana kerajaan sambil melihat perkembangan kabar mantan kamar di lantai 2. Sampai 2-3 bulan kamar itu masih kosong, ga jelas kapan bakal ditempati sama “keluarga” yang pernah dibilang ibu kost. Teman gue juga kurang nyaman dengan kamar barunya yang di bawah. Jadilah tak lama kemudian dia memutuskan cari tempat kost baru.

Lama setelah itu, kami mendengar kabar bahwa kamar lantai 2 sudah ada yang menempati. Yak, ternyata masih dipakai jadi kamar kosan, bukan tempat “keluarga”. Yaudahlah ibu kost sebel sama kami mungkin. Sampai kami diusir dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Walau perih namun aku bertahan...

Oh ya setelah drama pengusiran itu kan gue cari kosan baru. Waktu ditanya teman-teman kenapa pindah kosan (lagi) dengan cool gue jawab kalau gue diusir dari kosan yang lama. Reaksi pertama mereka adalah ketawa. Karena gue tetap pasang tampang cool dan serius, mereka percaya dan penasaran mengapa hal tersebut bisa terjadi pada gue. Bagi mereka, baru kali ini mungkin ada peristiwa diusir dari kosan.

Yak, dan tibalah gue di kosan ketiga yang menjadi kosan terfavorit hingga lulus kuliah. Lokasinya mendaki gunung, melewati lembah tapi asik. Di sekitar rumah penduduk, dekat masjid, dan di belakang sekolah dasar. Di sinilah gue dan teman-teman kosan kompak serempak bayar iuran gas, datang ke midnight sale sehari sebelum jadwal, bikin surprise party buat yang ulang tahun, sampai pecahin lampu taman di kosan. Kami bahkan punya grup di facebook, tempat share foto dan kabar. 

Meski sudah lulus, kami masih sering keep in touch. Salah satunya yang terjadi hari ini. Gue dapat kabar paling update dari penjaga kosan, kamar nomer satu, sebut saja Alay. Harga kosan naik seratus ribu! Empat kamar kosong, padahal biasanya sampai kamar paling ujung full. Mostly penghuninya angkatan akhir. Kalau mereka udah lulus, kayaknya kosan bakal direnovasi deh. Dan ujung-ujungnya para penghuni akan dipersilahkan move on ke kosan lain. Lagi-lagi pengusiran...

@helenamantra

I am a Surfer: Online Course

Monday, April 22, 2013
Karena hidup di 'remote area', sarana prasarana serta kualitas pendidikan yang terbatas sempat membuat saya down.
Keinginan belajar yang tinggi (dan kebosanan di kantor) bikin saya mencoba ini itu
Saya juga mau menunjukkan bahwa di manapun kita berada di Indonesia, selama ada sinyal buat internet, melahap pendidikan yang berkualitas bukanlah hambatan
Jadilah saya mengikuti beberapa online course, ya gampang-susah juga. Rajin-rajin memotivasi diri sendiri supaya keep going download materi, mempelajarinya, dan mengerjakan soal dengan suka cita. Banyak bertanya pada fasilitator ataupun teman sekelas (yang belum pernah bertemu langsung) juga bisa.

Selama 8 weeks saya mengikuti online course pertama di Stanford Venture Lab
Tried to catch up with new tools, creative assignments, dan mempelajari dunia pendidikan yang baru. Ini adalah kursus paling niat yang saya ikuti.

Saat ini memasuki bulan kedua di @BelajarPerancis. Yes, saya masih penasaran untuk menguasai bahasa yang aksennya khas dan romantis ini. Meski belajarnya masih maju-mundur, kadang emang saya yang mualesss atau koneksi internet buat download materi yang ga sampe. Mengingat ini kursus berbayar, I don't want to throw money for nothing. Fight!!!

Selama April - Juni 2013 saya berencana mengikuti beberapa kelas yang dibuka Stanford Venture Lab, yaitu:
  • A Crash Course on Creativity (again!!)
  • Sustainable Design and Product Management
  • Finance
Banyak sekali penyedia online course, baik yang free seperti Venture Lab maupun yang berbayar. Pilih materi / kelas sesuai hal yang ingin dipelajari. Siapkan koneksi internet yang ciamik, jadwal yang konsisten, dan have fun with your virtual class!

In online course I can do what I love and of course love what I do
O Yeah, 
I am an internet surfer

#MESTAKUNG

Tuesday, April 2, 2013
Target 2013
  1. Derawan
  2. Labuan Cermin
  3. Lombok
  4. Sempu
  5. Karimun Jawa
  6. Thailand
  7. Makassar
Achievement 2013
  1. Togean
  2. Malaysia
  3. Banten
  4. Jakarta
  5. Surabaya
  6. Balikpapan
  7. Makassar
  8. Lombok
Let's travel more! Pray for my travel target 2013

Turnamen Foto Perjalanan: Ocean Creature

Monday, March 18, 2013
Ternyata pagi hari pun di langit ada bintang.
Inilah jasad bintang laut kecil yang saya temukan di Beras Basah, Bontang.
Semoga dia bahagia di kehidupan selanjutnya.

Untuk Turnamen Foto Perjalanan ronde 17

Turnamen Foto Perjalanan ronde 15: Pasangan

Friday, February 22, 2013
Catching the Sunrise


Ini Ria, ini David.
Sepasang sahabat yang suka berpetualang, mencoba menangkap matahari terbit di Beras Basah, Kalimantan Timur.

Turnamen Foto Perjalanan ronde 15: PASANGAN

Turnamen Foto Perjalanan ronde 14: Transportasi

Friday, February 15, 2013
Sing along on the boat
Katinting, transportasi andalan untuk hop-on hop-off keliling kepulauan. Diiringi nyanyian Agap dengan petikan gitarnya. I couldn't hear his wonderful voice karena suara mesin yang begitu keras but he looked really enjoy to sing along on the boat. Sebuah kenangan di surga kecil bernama Togean, Sulawesi Tengah.

Berbagi untuk Turnamen Foto Perjalanan ronde 14

Move the Eiffel

Friday, February 1, 2013
move the eiffel
La Tour Eiffel yang legendaris di Perancis pindah ke Indonesia pada malam hari. Inilah versi mini dari Eiffel yang tersohor di Batu Night Spectacular, Jawa Timur. Di lampion garden ini, malam yang sejatinya kelam menjadi semarak dan berwarna-warni dengan berbagai bentuk lampion. Untuk kami yang belum sempat ke Paris, pindahkan saja Eiffel-nya ke sini :))

special for Turnamen Foto Perjalanan Ronde 13 : MALAM dg host Noerazhka













Mencari yang Terbaik

Tuesday, January 29, 2013

Satu kali saya berkesempatan diajak ikut hunting foto model. Bukannya fokus mengambil gambar sang model yg seorang wanita malah saya asik memotret tingkah polah sang fotografer yang dengan segala cara mencari angle terbaik hingga posisi seperti tiduran.

submitted for #TurnamenFotoPerjalanan ronde 12 : Fotografer dg host @dananwahyu

Post Holiday Syndrome

Monday, January 28, 2013
pic from Mandala Airlines facebook page

What is happening to me today

outside for five days
don't know whether my room is still exist or not
got jet lag at office
waiting for time break

tic toc tic toc tic toc

@helenamantra

Fun with Samarinda Backpackers

Monday, January 21, 2013
Samarinda Backpackers goes to Pampang
 Strangers turn into friend in a second kalau bertemu dg gerombolan orang yang seiman (baca: sama-sama suka traveling). Itulah yang saya alami waktu berlibur ke Samarinda, Kalimantan Timur. Dari mulai turun bis dijemput bak ratu sampai diantar ke parkiran travel diiringi tangis haru.

TERIMA KASIH SEGEDE BORNEO BUAT SAMARINDA BACKPACKERS!

*mulai lebay*

Jump High oi Samarinda Backpackers!
 SB adalah sekumpulan pria dan wanita penggemar traveling a la backpacker yg berdomisili di Samarinda dan sekitarnya. Komunitas ini mulai naik daun dan sudah beberapa kali diliput di koran lokal. Dari Banjarmasin sampai Derawan sudah mereka jelajahi. So, kalau mampir ke Samarinda hubungi SB saja, untuk sekedar mentraktir mereka minum kopi atau jalan-jalan bersama.

sekilas iklan: join grup Samarinda Backpackers di Facebook, follow @smdbackpackers di twitter, dan mampir ke websitenya http://samarindabackpackers.com/

Ria, dedengkot Samarinda Backpackers (SB) yg saya kenal lewat Couchsurfing, berbaik hati menjadi host buat saya dan Nita. Kami sebagai turis lokal baru kali itu menginjak Kota Tepian alias Samarinda, ibukota Kaltim. Waktu ditanya mau jalan-jalan ke mana, kita ikut SB aja.
Dayak Kenyah performance at Pampang

Spot pertama: Kontrakan David and friends
Di sini ketemu beberapa SB sambil berkonsolidasi rute selanjutnya. Aslinya saya masih bislag (sodaranya jetlag) dan coba menghafal nama teman-teman baru ini. Buat mencairkan suasana, saya ikut nonton JKT48 yg lagi joged di tv. Kala itu saya baru tahu personil girlband ini ada yg WNA dan para lelaki di kontrakan tsb suka melihat aksi panggung mereka.

Spot kedua: Rumah Ria "The Host"
Rumahnya enak buat ngumpul sampai lupa waktu dan "diusir" ortunya. Setelah menaruh ransel di kamar dan melahap kolak, kami pun siap berangkat ke Pampang untuk menonton tarian dari suku Dayak.
Bamboo game from Dayak

Spot ketiga: Wisata Budaya Pampang
Sekitar 30 menit perjalanan diiringi hujan yang ababil hingga kami berhenti untuk memakai jas hujan. Memasuki kawasan Pampang, jalan mulai berlubang-lubang dan becek. Tarian suku Dayak ini hanya ada setiap hari Minggu pukul 14.00 di rumah adat bernama Lamin. Kali ini acara agak telat karena hujan dan beberapa pengisi acara sedang berlibur. Setelah membayar tiket masuk per orang Rp 15.000,- kami mengambil tempat yang tersisa di Lamin yg sudah dipadati pengunjung. Acara pertama adalah sambutan (macem acara resmi ya) kemudian ada 5 sampai 6 tarian bergantian dari anak-anak, remaja, ibu-ibu, sampai bapak-bapak. Ada tarian selamat datang untuk menyambut para tamu. Ada juga tarian yg menunjukkan bagaimana cara berburu menggunakan senjata tradisional yaitu bambu yg diisi lidi. David dan beberapa pengunjung diperbolehkan mencoba senjata ini untuk meletuskan balon. Yang paling rame saat permainan tradisional dg menggunakan bambu dan pemain harus melompatinya tanpa terjepit bambu itu (ampuni saya yg tak tahu namanya). Pengunjung yg awalnya duduk manis berebutan mau mencoba permainan itu. Tempo permainan yg semakin lama semakin cepat membuat seru bagi pemain dan penonton. Hingga akhirnya acara ditutup dg tarian perpisahan yg melibatkan semua penonton untuk menari bersama mengelilingi Lamin.

David is trying traditional weapon of Dayak Kenyah (pic by SB)
Di Pampang dijual souvenir khas Dayak dg harga terjangkau. Gelang, topi, rompi, dan aksesoris hasil kerajinan tangan suku Dayak. Untuk yg mau berfoto dg tetua Dayak yg bertelinga panjang juga ada. Sebaiknya bertanya dulu berapa yg harus dibayar untuk tiap jepretan dan kalau bisa nawar. Di sini kalau foto dengan suku dayak harus bayar. Untungnya teman-teman SB udah kasi warning. Eh tetap aja saya sempat kena todong dari bocah-bocah unyu yang ngikutin saya kesana kemari karena saya sempat candid mereka dari jauh. Kalau foto dg para remajanya bisa free, jangan lupa berterima kasih.
Di samping Lamin ada art gallery. Kami serombongan jadi pengunjung di sana dan heboh mencoba aksesoris yg sesungguhnya adalah barang dagangan. Pemiliknya adalah salah satu penari yg tampil tadi (kok saya lupa namanya). Kalau mau menyewa satu set pakaian Dayak untuk berfoto juga bisa, cukup membayar Rp 25.000,-. Ternyata rompi yang dipakai itu berat karena terdiri dari ribuan untaian manik-manik.
Farewell dance of Dayak (pic by SB)
Nita in Dayak custom clothing (pic by SB)
Spot keempat: Rumah Mas Adi
Mampir ke sini dan menghabiskan jajanan di rumahnya. Makasih mas mau kami repotkan. *pasang tampang innocent*

Spot kelima: Pisang Gapit 99
Wisata kuliner wajib hukumnya. Kami mencoba tempat baru yang menjual segala hal berbahan dasar pisang seperti pisang gapit (pisangnya dijepit) dan lempeng pisang (pisangnya dibuat menjadi lempengan campur tepung dan nangka). Pisang lempengnya enak dengan toping brown sugar, coklat, keju, dan kacang. Di sini semakin banyak anggota SB berkumpul sambil bertukar cerita seputar pengalaman traveling. Ada juga Mbak Sagala, CS Samarinda, yg bergabung. Satu kafe isinya SB semua deh. Sampe bapak pemilik kafe mengabadikan momen bahagia ini. Semoga anggota SB bisa meminta file foto ke bapak tsb.

Spot keenam: Rumah Pria
Ini memang rumah sekaligus toko seorang pria bernama Taufik Hidayat (bukan mantan pemain bulutangkis). Ke sini buat meminjam alat snorkeling dan kasur angin untuk bekal trip besok ke Pulau Beras Basah di Bontang.

Spot ketujuh: Kamar Ria
Capek berkeliling dari pagi sampai malam, mari kita tidur!
Kalau tidur di rumah Ria, ga bakal bangun kesiangan. Bapaknya rajin dengerin pengajian dan memutar musik dangdut pagi-pagi. Asoy..

Spot ketujuh: Bubur Ayam Antasari
David yg gencar ngajakin makan nasi kuning dini hari yg katanya enaaak malah telat datang. Jadilah sudah panas dan macet (parah deh macetnya Samarinda) kami sarapan buryam. Buburnya beda, berkuah dan agak pink. Segar dan porsinya banyak. Saya bertemu dg teman kuliah, Dhani, di sini. Eh rejeki emang ga kemana, kami malah ditraktir Dhani, makasih yaa! Semoga cepet pindah ke Jakarta. *lho..
Wearing Hijab in Islamic Center
Dhani and Bedug gedhe at Islamic Center
Kasir Kotak Amal di Islamic Center

Islamic Center at Samarinda

Spot kedelapan: Islamic Center
Ini kompleks masjid terbesar se-Asia Tenggara, Melebihi masjid Istiqlal di Jakarta. Selain masjid juga ada komplek perumahan pengurus masjid. Gempor kalau jalan kaki so sebaiknya berkeliling dg kendaraan. Ada penyewaan jubah bagi pengunjung supaya auratnya tertutup. Kami bertemu duo bule dari Perancis yg sebelumnya kami temui di Pampang.

Spot kesembilan: Pangkalan Bus
Mengantar Nita yang akan kembali ke Balikpapan. Sebenarnya ada terminal Sei Kunjang untuk bus Samarinda-Balikpapan namun di pangkalan pinggir jalan ini tidak perlu menunggu lama hingga bus berangkat. Tarif bus non AC Samarinda-Balikpapan RP 20.000,- ada juga bus AC dg tarif sekitar Rp 30.000,-. Masuk-Keluar Samarinda ditandai dg jembatan Mahakam. Dari Balikpapan sebelum melewati jembatan ini disebut daerah Samarinda Seberang dan setelah melewati jembatan disebut Samarinda Kota.
Beras Basah island at Bontang
Spot kesepuluh: Bontang 
Samarinda - Bontang normalnya ditempuh dalam waktu 2,5 hingga 3 jam perjalanan. Tujuan utama kami ke Pulau Beras Basah untuk snorkeling.

Over all, it was splendid experience with Samarinda Backpackers even only for 2 days. They were very helpful during my visit to Kota Tepian. Definitely I'm going to go there again. Or maybe they want to visit Togean islands in Celebes, I'd love to be their host :) *sewa satu masjid buat nginep*

Kenali dan Kenalkan Indonesia
@helenamantra


Beras Basah Bontang Borneo

Thursday, January 17, 2013
Jingle bells, jingle bells, jingle all the way..

Beras Basah, Bontang, Kalimantan Timur


25 Desember 2012 yang berbeda. Saya berada di tempat baru yang sebelumnya bahkan saya tidak tahu tempat itu ada, sebuah pulau kecil di Bontang - Kalimantan Timur bernama Pulau Beras Basah.
Katinting
Other passengers (photo by David)
Seminggu sebelum berlibur ke Borneo, saya mengirim request ke Couchsurfing Samarinda meminta saran tempat wisata yg wajib dikunjungi, terutama pantai atau laut. Beberapa sambutan positif dari CS Samarinda meyakinkan bahwa saya bakal aman selama liburan di Samarinda. Ria, yg menjadi host saya, membawa kabar gembira bahwa dia dan rekan traveler di Samarinda bakal ke Pulau Beras Basah. Langsung saya cari info sebanyak-banyaknya bagaimana bentuk dan keistimewaan tempat ini. WOW, asiiik ga sabar icip air asin di Borneo!
Beginilah habit orang Indonesia, na na na, berangkatnya kesiangan. Jadilah setelah ngebut melewati Samarinda - Bontang yang naik turun naik naik naik apalagi di Gunung Menangis sampailah kami di Bontang, kota kecil dg Pendapatan Asli Daerah tertinggi di Indonesia. Kecil dan panasss. Kota ini lebih dikenal dg perusahaan seperti Pupuk Kaltim dan Badak LNG. Saya dan 3 orang anggota Samarinda Backpackers (Ria, David, dan Mas Hamka) mampir makan dulu di Pelabuhan Tanjung Laut, Bontang. Sudah sore dan nanggung banget nih kalau cuma snorkeling trus langsung balik ke Samarinda. Jadilah dg modal nekat dan tampang kere(n), pinjam alat sana sini, bawa perbekalan seadanya, kami meneguhkan hati untuk camping! Yak, saya sebagai orang yg tak tahu menahu kondisi di Beras Basah asik-asik aja menerima ajakan itu. Kapan lagi oi.. Kami belum ada yg pernah camping di sana. Thanks to Mas Ipul yang udah direpotin buat pinjam dari stereofoam sampai galon air minum.
perbekalan
Mau berangkat mulai celingak celinguk cari kapal tradisional (sebut saja katinting) untuk disewa. Untunglah kami bertemu dg sekelompok muda-mudi yg mau ke Beras Basah untuk sekedar photo session tanpa menginap. Demi menghemat uang yang mepet, kami bergabung dg kapal kecil yg telah disewa oleh mereka, yess Rp 500ribu dibagi sembilan orang. Untuk mencapai Pulau Beras Basah dapat ditempuh dari beberapa pelabuhan. Kalau dari Pelabuhan Tanjung Laut dg katinting perjalanan sekitar 45 menit dg biaya sewa kapal Rp 400ribu-600ribu. Bisa juga nebeng speedboat PT Badak kalau ada kenalan di sana. Dermaganya lebih dekat ke Beras Basah, apalagi naik speedboat jadi waktunya cuma 15-20 menit. Tapi kalau nebeng speedboat ini ga bisa menginap, sorenya harus balik ke Bontang. Kalau ketahuan menginap, siap-siap tengah malam diciduk dan diekstradisi.
Little Merlion (as seen on Singapore)
45 menit perjalanan yg berisik karena mesin kapal. Kami duduk di bagian depan sambil ngobrol dg bapak pemilik kapal. Tak jauh dari pelabuhan, di sebelah kiri ada replika patung Merlion seperti di Singapore. Hey, where are we actually?
Mercu suar tinggiiii
Pulau Beras Basah khas dg mercu suar di sebelah timur. Pasir putih, air jernih, dan hamparan terumbu karang serta fauna laut berwarna-warni. Begitu kecilnya pulau ini bisa dikelilingi dg berjalan kaki sekitar 15-20 menit. Sedang ada pembangunan sarana seperti toilet, mushola, dan taman bermain di tempat ini. Ada 2 kepala keluarga yg diamanahi pemerintah untuk menjaga pulau ini. Untunglah ada kehidupan meski listrik hanya bergantung pada genset.
welcome to Beras Basah
Berasa di Sabah, Malaysia (photo by Hamka)
Jeng jeng..kami menginap di mana? Ga bawa tenda, ada kasur angin punya Mas Taufik (thanks mas!!!), ada baliho, bangku lebar dari kayu, dan sebuah pohon. Ok, ini tempat yang lumayan buat berteduh, semoga tidak ada hujan malam ini. Jadilah kain baliho maha lebar itu digelar di atas bangku kayu. Barang-barang belum dirapikan dan kami sudah tidak sabar buat nyemplung. Buat berganti baju bisa menumpang di toilet milik warga. Kalau bilas atau buang air bisa beli air tawar per jerigen RP 5000,-. Toilet umum belum jadi, kami bergantung pada kemurahan hati warga di sini. Nebengers!

Arusnya lumayan kencang sore itu. Snorkeling bermeter-meter hanya melihat pasir. Jadilah kami menikmati senja sambil terapung di atas kasur angin di sebelah barat Beras Basah. FYI, Ria paling jago pompa kasur ini.

santai setelah makan malam
Balik ke tempat di bawah pohon, kami dapat tawaran menarik dari warga situ buat bermalam di mushola. Alhamdulillah..ga jadi masuk angin. Mushola masih dibangun tapi atapnya udah jadi so kami terlindung dari angin laut. Terpal berganti posisi masuk ke mushola. Saya lapisi dg sleeping bag dan berbantal life jacket yang kami ambil dari kapal. Jas hujan milik David yg berbentuk ponco jadi selimut saya. Ahe..anti-angin dan anti-air!

Seperti pulau milik pribadi. Saking menghayatinya, kami seenaknya jemur baju basah di bangunan kayu yg belum jadi. Malamnya makan di bawah pohon. Nasi padang bekal yang dibeli di Bontang. Di pohon ini juga berjentreng jemuran kami, dari tas, life jackets, jaket, dll. Sungguh pemandangan yang na na na (sulit menemukan kata yang pas).
jemuran
Yang namanya camping identik dg tidur larut. Tapi saya malah tidur paling awal diantara yg lain. Meski bukan kasur yang empuk tidur beralaskan baliho, saya bersyukur bisa sampai di tempat ini dengan teman-teman yang baru saya kenal kemarin (dalam arti sebenarnya). Oh ya sebelum tidur saya sempat solat maghrib-isya di mushola yg belum jadi. Menurut bapak penjaga pulau, saya adalah orang pertama yg solat di situ. Subhanallah, an honor mendengar hal itu.

Paginya kami semangat menunggu sunrise dan foto-foto mumpung masih sepi. Lanjut snorkeling di pantai timur dan menemukan terumbu karang yang luaaas. Sayangnya melawan arus dan tanpa fin, capek berenang. Jadi tahu ikan-ikan di Borneo gimana bentuknya (sama aja sih dg di Celebes --"). Senangnya bisa kenalan dg terumbu karang, ikan, bintang laut, juga bulu babi di Beras Basah.
 
warung jualan kelapa muda
Semakin siang semakin banyak kapal merapat. Karena ini hari libur, Beras Basah ramai dikunjungi wisatawan lokal. Ada yang niat banget bawa wajan dan masak dg batok kelapa. Di sini juga ada warung yang berjualan kelapa muda dg harga Rp 10.000 - 12.000,-. Memang pas duduk di pinggir pantai sambil minum kelapa muda. Piknik bersama keluarga asik juga. Menggelar tikar, bawa nasi hangat, dan lauk pauk serantang.

Saatnya kembali ke Bontang karena saya harus melanjutkan perjalanan kembali ke Balikpapan. Perjalanan yg mendebarkan karena kapal yg menjemput kami tak kunjung datang sedangkan waktu semakin mepet. Overall, Beras Basah menjadi tujuan yang tidak boleh dilewatkan saat berkunjung ke Bontang.
See you again Beras Basah

A Year in Heaven Called Togean

Wednesday, January 9, 2013
Togean itu (seperti) surga (dunia)

Pray.Eat.Snorkel.Sleep






Togean atau nama lengkapnya Taman Nasional Kepulauan Togean (Togean Islands National Park) adalah kepulauan di Sulawesi Tengah. Yes, Indonesia! Surga itu ada di Indonesia tercinta. Menurut data dari EVERTO (Everybody for Togean), luas tanah di sini mencapai 70000 ha. Kalau dihitung dg luas perairannya mencapai hampir 200000 ha (ga kebayang seluas apa ini). Uniknya empat tipe terumbu karang ada di sini, yaitu patch reef, fringing reef, barrier reef, dan atoll reef. Kalau beruntung, kita bisa bertemu dugong alias ikan duyung, hawks-bill, green sea turtle, dan coconut crab. Subhanallah.. Alternatif umum mencapainya, dari kota Palu, Luwuk, atau Gorontalo. Kali ini saya melalui jalur dari Palu. Begini ceritanya...



WHERE to go and WHAT to do
Togean adalah kolam renang raksasa dengan pulau-pulau kecil yang tersebar. Waktu yang terbatas, cuma 4 hari 3 malam di sana jadi hanya ke Wakai dan Pangempa.

Wakai
Kecamatan yang dihuni banyak penduduk lokal. Ada air terjun Tinampo setinggi 7 tingkat. Kami naik..naik..naik..naiiik...sampai ke tingkat 2 --" capek ya. Buat mencapainya bisa naik ojek Rp 5000,- dilanjutkan jalan kaki ke air terjun. Jalanan kurang bagus dan sedang ada pembangunan jembatan. Hasil ngobrol dg pak ojek, di sini sedang dibangun rumah sakit yg lebih layak. Ada SPBU yang buka seminggu sekali, tiap hari Minggu. Kalau listrik hanya menyala dari 6pm to 6am (so use it wisely). Rencana sih tahun 2013 listrik menjadi 24 jam. Yah sudah selayaknya lah, masa' hareee geneee pemadaman bergilir??? Oh ya di sini masih bisa eksis. Ada sinyal hp untuk telkomsel dan indosat.

Kadidiri
Kalau tampang turis, pasti direkomendasikan buat ke Kadidiri. Saya sih cuma ditunjukin dari jauh, itu loh Kadidiri dekat dari Wakai. Karena budget pas-pasan, kita skip Kadidiri. Next year trip semoga bisa menginjakkan kaki ke Kadidiri.

Katupat
Seperti Wakai, pulau ini banyak dihuni penduduk lokal. Letaknya tepat berseberangan dg Pulau Pangempa. Kapal besar dari Ampana setelah berhenti di Wakai melanjutkan perjalanan ke Katupat. Yang menarik, di sini ada organisasi non-profit bernama EVERTO yang memiliki misi menjaga kebersihan di Togean dan memberikan pekerjaan untuk warga lokal. Tiap Sabtu ada Plastic tour dan Bintang tour untuk membersihkan sampah-sampah di sekitar Togean dan melindungi terumbu karang dg cara mengambil Chrown-of-Throns starfish yg bisa membunuh karang. (Bentuk CoT ini serem, saya nemu 1 waktu snorkeling).

Pangempa
 Di bagian timur pulau ini terbentang terumbu karang yang begitu luas. Begitu sampai, tak sabar buat nyemplung. Sambil menunggu kamar kami disiapkan, langsung pasang fin dan goggle kemudian snorkeling ke sana kemari tak peduli waktu itu matahari begitu terik. Anak pemilik pulau ini namanya Riski, umurnya 3 tahun, setiap pagi dan sore selalu berenang. Wow, he’s so lucky to have huge swimming pool right beside his house (or island?). Di sini ada coconut crab alias ketam tapi saya tidak melihat langsung. Oh ya ada juga ikan kecil yang jalan di atas air, sejenis ikan amphibi kah?

Dari cottage ada fasilitas boat trip. Berhubung none of us punya diving license so kami ikut trip ke tiga tempat untuk snorkeling. Well, fun and tired ya kalo berjam-jam snorkeling. Rasa penasaran kami mengalahkan lelah dan mual, heheh.

Hotel California - photo: Manuel Coutant

Pagi setelah sarapan kami ke Hotel California. Malam sebelumnya waktu ditunjukkan foto hotel ini – gubuk reyot mirip shrieking shack di film Harry Potter tapi di tengah laut – saya bertanya ke Pak Jafar kenapa disebut hotel? Ada apa di sana? Pagi ini pertanyaan saya terjawab dg sendirinya. Kapal (katinting) berhenti agak jauh dari gubuk itu dan kami turun dari kapal langsung ke kedalaman air entah berapa meter, biru! Snorkeling mendekati gubuk itu, subhanallah..ini adalah hotel terindah yg pernah saya kunjungi. Ratusan meter hamparan terumbu karang dg slope yang teratur, mulai dari yg cetek kemudian bertahap makin dalam. Tempat ini disebut reef 1. Total ada 5 reef, dan reef 5 adalah yg terluar-biasa indahnya. Jadi penasaran! Di sini saya melihat ikan angke dan ikan pari berenang beberapa meter di bawah. Dari jauh aja sebesar itu, apalagi kalo sebelahan dg saya, hiii...belum siap lahir batin.

Next ke tempat yang menjadi incaran saya, Mariona Lake yang berisi stingless jellyfish. What a surprise, selama ini yg terkenal sebagai tempat yg memiliki ubur-ubur tidak menyengat hanya di Derawan dan Fiji. Nyatanya di Togean pun ada! Kedalaman danau ini sekitar 20 meter (menurut Pak Jafar). Saat berenang, dasarnya tidak kelihatan. Ratusan atau ribuan ubur-ubur mengelilingi kami. Ada 4 jenis (maaf ga tahu nama latinnya): oranye totol putih, oranye totol biru, oranye bintang biru, dan bening. Yang besarnya setelapak tangan saya dibuka lebar-lebar itu banyaaak. Subhanallah, Togean itu ajaib! Btw, ubur-ubur itu rapuh, so perlakukan dg lembut ya. Kami khawatir kalau tempat ini diekspose, ubur-ubur unyu ini bisa punah. Siapapun yang berkesempatan ke sini, please be wise and save the environment.
Stingless Jellyfish - photo: Jeff Bourell


taken from la boite a voyage

Sudah siang, waktunya makan. Spot makan kami spesial, di Karina Beach, pantai terindah di Tojo Una-Una. Satu pantai cuma kami yang ke situ. Pantainya kecil tapi indah. Makan ikan bakar dengan pemandangan alam menambah semangat makan. Selama di Togean segala macam makanan terasa begitu nikmat. Well, this is heaven. Di sini juga (lagi-lagi) ada terumbu karang. Species ikan badut di sini bervariasi. Ada yang dominan oranye dg garis putih di punggungnya. Pantai yang indah namun mulai banyak sampah bekas pengunjung. Pemandu kami, Agap dan Pak Ismail mengumpulkan sampah kemudian membakarnya. Kalau bukan kita, siapa lagi?

Kalau sore di Pangempa pegawai cottage bermain voli pantai. Kalau malam main game, dari Uno sampai Cinq mille (alias 5000). Nah setelah makan malam kami sebagai satu-satunya kelompok turis lokal diajak main cinq mille ini. Permainan ini dibawa Marion dari Perancis, negara asalnya. Kebetulan Marion ada di Pangempa. (Marion ini orang yg getol buat mempopulerkan danau penuh stingless jellyfish so danaunya diberi nama Mariona sebagai bentuk penghormatan kepada dia). Game yang seru. Menggunakan 5 dadu untuk mengumpulkan nilai hingga 5000 dg hukuman yang kalah harus lewat kolong meja. Btw, saking ga online beberapa hari (coz no signal), saya sempat mikir jangan-jangan sekembalinya kami ke peradaban ternyata Indonesia sudah ganti presiden.

Kami melewatkan pergantian tahun 2012 ke 2013 di Pangempa. Stay di cottage dan bergabung dg penduduk lokal dari Katupat untuk makan malam dilanjutkan berpesta hingga pergantian tahun. True! Ada prasmanan, electone (setiap orang disuruh menyanyi di panggung), hundreds fireworks tepat di tahun yg baru, serta dero. Nah..untuk pertama kalinya saya ikut dero. Ini adalah tarian tradisional dari Poso. Diiringi musik (seems like house music dg bahasa Kaili) kami membentuk lingkaran besar dan melangkahkan kaki berputar. Terus begitu berulang-ulang. Angin malam yg dingin tidak terasa berganti peluh, apalagi musik bertambah kencang. Ada acara potong kue juga. Betapa meriahnya tahun baru di sebuah pulau kecil. We were celebrating at Togean, dude!

Ada beberapa pulau yg umumnya jadi tujuan wisata, seperti Poyalisa, Sunset Beach, Retreat island, dan Malenge.Belum kesampaian buat ke Malenge. Ada pemukiman suku Bajo dan jembatan dari papan yg panjangnya ratusan meter. Semoga Sail Tomini 2014 saya sempat ke sana, amin.

 

WHERE to stay

Penginapan Taurus ada di Wakai, 5 menit jalan kaki ke kiri dari pelabuhan. Ada 12 kamar dalam rumah (terlihat) kecil yg dimiliki pasangan aki-nini, sebut saja pak haji dan bu haji. Tiap kamar ada kamar mandi dalam dg fresh water 24 jam. Di ruang keluarga ada TV yg hanya menyala dari 6pm hingga 6am (karena listriknya  cuma ada waktu itu). Rp 50.000,- per hari per orang untuk stay di sana. Kalau mau makan bisa pesan dg tarif Rp 10.000 – 25.000 per orang per makan. Lumayan gerah di sini, ga ada kipas angin. Berhubung no place to stay, pasrah aja deh sehari nginep di sini.

Pulau Kadidiri lebih dikenal oleh bule dibanding WNI. Ada 3 penginapan di sini yaitu, Black Marlin (paling terkenal seantero jagad, ada harga ada rupa), Kadidiri Paradise, dan Lestari Kadidiri (milik orang lokal dan katanya paling murah). Tiap cottage biasa menyediakan penjemputan dari Wakai karena Kadidiri tidak disinggahi kapal besar. Ada bule yg sekapal dg kami dari Ampana ke Wakai. Begitu sampai langsung dijemput oleh guide dari cottagenya, Paradise.

Fadhila cottage at Pangempa was a place where we stayed for 2 days. Kebetulan kami sekapal dari Ampana dg pemilik Fadhila cottage, jadilah kami menginap di sana. Terumbu karang bermeter-meter tersebar di bagian timur pulau. Rate di sini bervariasi, lowest rate sekitar Rp 100.000 per orang per hari dapat kamar dg kasur yg muat untuk 2-3 orang, kelambu anti nyamuk, dan makan enaaak 3 kali. Kamar mandi luar cuma 1. Berhubung orang Indonesia rajin mandi dibanding bule, kami sering antri buat mandi deh. Fresh water buat mandi mengalir lancar 24 jam. Namun listrik hanya saat malam. Oh ya no signal at all di sini. No problemo, stay away for a while from gadgets dan menikmati masakan koki Mama Surya yg selalu special. Ikan bakar, nasi kuning, garlic bread, pancake nyam nyam nyam!



HOW to get there
 
Dari Palu menuju Ampana melalui jalur darat menggunakan kendaraan pribadi atau travel. Supaya waktu berangkat lebih fleksibel, saya dan rombongan dg total 7 orang carter travel seharga Rp 800.000,- (normalnya muat 8 orang). Setahu saya paling sore travel itu berangkat pukul 17.00. Perjalanan khas melalui jalan trans sulawesi yang berlika-liku selama 8-9 jam (banyak berhenti karena kena jackpot). Buat yang tidak terbiasa, sebaiknya sedia obat pencegah mabok darat dan laut. Berangkat malam, sekitar pukul 21.00 sehingga pagi sampai di Ampana.

Ampana menuju Wakai naik kapal besar (ferry boat) bersama penduduk lokal. Tarif per orang Rp 40.000,-. Cek baik-baik jadwal kapal karena bisa jadi tidak setiap hari ada kapal. Info yang saya dapat, sekarang ini kapal Ampana-Wakai tiap hari berangkat pukul 10.00. Waktu itu saya naik KM Togean, termasuk kapal baru. Di dalamnya tersedia matras untuk istirahat, mengingat perjalanan Ampana - Wakai sekitar 5 jam. Ada juga toilet yang katanya teman, bersih. Pada hari-hari tertentu kapal ini berlayar sampai ke Katupat. Ampana - Wakai - Katupat. Dan terkadang kapal ini tidak berlayar (teng tong...kami sudah menjadi korban dan terpaksa terombang-ambing di katinting untuk kembali ke Ampana)

Untuk hop-on hop-off antar pulau bisa menyewa traditional boat (disebut katinting) atau speedboat. Harga sewa katinting ini bervariasi sekitar Rp 250.000,- hingga Rp 350.000,- per hari per boat bergantung jarak dan spot yang mau dituju. Kalau menyewa speedboat, konon kabarnya bisa mencapai Rp 2.500.000,- hingga Rp 3.000.000,- yah maklum kantong belum mencukupi jadi parno buat tanya harga sewa ini.

Perkiraan waktu tempuh:

Wakai - Kadidiri 30 menit
Wakai - Katupat / Pangempa 1 jam
Katupat - Malenge 1,5 - 2 jam 

Necklace from Everto
Tips: ke Togean ala backpacker sekalipun, pergilah berame-rame supaya biaya sewa boat bisa dibagi. Idealnya 8-10 orang lah supaya hemat, bahagia, dan bisa melanjutkan hidup sekembalinya ke kehidupan nyata.

Auto Post Signature

Auto Post  Signature
Stay happy and healthy,